Selasa, 02 April 2013

Ondel-ondel nasibmu kini, terdesak arus globalisasi



Siapa tak kenal Ondel-ondel? Warga Jakarta, mulai anak kecil hingga orang tua pasti tak asing dengan kesenian khas Betawi yang satu ini. Namun, derasnya budaya Barat di Ibukota membuat eksistensi Ondel-ondel kini tak seramai dahulu.
Kini pertunjukan Ondel-ondel tergantung pada momentum tertentu, misalnya acara 17-an, HUT Kota Jakarta atau di arena Pekan Raya Jakarta. Meski terus terdesak arus globalisasi, bukan berarti Ondel-ondel berada di ujung kematian. Sebaliknya, berbagai cara dilakukan oleh para pengrajin yang peduli pada potensi budaya Betawi ini.

Adalah Bang Miing yang telah bekerja sebagai pengrajin Ondel-ondel, sejak 13 maret 1995. Bermula dari keprihatinan terhadap minimnya souvenir khas Jakarta, ia nekat mengadu nasib menjadi pengrajin Ondel-ondel.
Satu hal yang menarik dari buah karya Bang Miing, adalah membuat Ondel-ondel berwajah ramah. Hal ini ia lakukan, agar Ondel-ondel bisa diterima semua lapisan masyarakat termasuk anak-anak.
“Ondel-ondel yang saya buat tidak menggunakan taring di wajahnya, makanya banyak orang yang bilang, Ondel-ondel buatan saya ini Ondel-ondel manis,” tutur Bang Miing.

Kerumitan Proses Pembuatan

Secara teknis, pembuatan Ondel-ondel terbagi dalam dua komponen, rangka dan topeng. Untuk membuat rangka, bahan yang dibutuhkan hanyalah bambu dan ijuk. Sedangkan untuk topeng, dahulu menggunakan bahan kayu yang harus diukir. Akan tetapi sekarang ini, topeng Ondel-ondel lebih banyak dibuat dari bahan fiber glass.
Biasanya, Ondel-ondel dibuat sepasang, laki-laki dan perempuan. Untuk membedakannya mudah, wajah Ondel-ondel laki-laki dicat merah dan yang perempuan dicat putih. Selanjutnya si pengrajin melakukan empat tahap dasar, membuat kerangka bulat untuk bagian bawah, pinggang serta leher termasuk rangka bagian bahu. Kemudian, kerangka Ondel-ondel ditegakkan dengan bambu. Selanjutnya Bang Miing akan melumuri bagian bahu Ondel-ondelnya dengan semen sekaligus ditempeli kertas.  Tujuannya untuk membentuk kesan bahu yang mirip anatomi manusia.
Bekerja sebagai pengrajin Ondel-ondel, Bang Miing mengaku mendapat kepuasan tersendiri. Sebagai seniman, ia merasa bangga jika hasil karyanya dihargai dan mendapat tempat di hati masyarakat. Apalagi lewat tangannya telah lahir beragam bentuk Ondel-ondel, termasuk Ondel-ondel asli setinggi 2,5 meter dengan diameter sekitar 80 sentimeter. Boneka khas Betawi berukuran besar memang butuh waktu tersendiri membuatnya, dan untuk menjalankannya harus dipikul dari dalam.
Kisaran harga untuk Ondel-ondel bervariasi. Ondel-ondel berukuran besar bisa mencapai 1,5 hingga 2 juta rupiah. Harga yang tidak murah ini, cukup sebanding dengan kerumitan proses pembuatan yang harus dihadapi oleh pengrajin.

Awalnya Bernama Barongan

Bangga turut melestarikanbudaya
Masyarakat Betawi menyebut Ondel-ondel awalnya sebagai Barongan, artinya bareng-bareng atau bersama-sama. Sebutan itu berasal dari kalimat ajakan logat Betawi, “Nyok, kite ngarak bareng-bareng.”
Sejak Benyamin S melantunkan tembang Ondel-ondel, Barongan lebih sering sering disebut Ondel-ondel. Benyamin tak bermaksud mengubah sebutan boneka Betawi itu, namun setelah lagunya meledak dipasaran, sebutan Barongan tergeser menjadi Ondel-ondel.
Biasanya mengarak Ondel-ondel diiringi musik. Meski alat musik tiup lebih dominan, masih ada kemong, kenong, dan gendang yang digunakan sebagai penjaga ritme. Arak-arakan biasanya diiringi lagu-lagu riang, seperti “Lenggang Kangkung,” “Kicir-kicir” atau “Sri Kuning.”
Padahal aslinya memainkan Ondel-ondel tidak diiringi lagu, hanya diiringi gendang dan pencak silat saja. Akan tetapi, seiring perkembangan zaman, mengarak Ondel-ondel diiringi musik gambang kromong atau tanjidor.

Ritual Ondel-ondel

Dahulu, Ondel-ondel juga dianggap mempunyai pengaruh magis. Sebelum arak-arakan, terdapat ritual dengan memberi minum air kelapa atau air kopi pahit kepada Ondel-ondel. Caranya, sesaji tersebut ditaruh di dalam kerangka tubuhnya.
Boneka asal Betawi ini diarak sebagai penolak bala atau roh jahat. Konon, saat kawasan Betawi diserang cacar, semua orang kebingungan. Lalu ada yang mengarak Ondel-ondel. Tak disangka, usai mengarak Ondel-ondel keliling kampung, penyakit itu hilang.
Namun penggunaan boneka yang dahulunya bernama Barongan, kini hanya menjadi penghias di acara pernikahan masyarakat Betawi. Atau sekadar menjadi penghias gedung instansi pemerintah maupun swasta di peringatan Hari Ulang Tahun Kota Jakarta atau festival budaya Betawi.
Sejarah panjang Ondel-ondel hingga kini tetap diupayakan kelestariannya. Salah satu aktornya adalah Bang Miing, pelestari Ondel-ondel di tengah gempuran arus modernisasi.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar