Jumat, 05 April 2013

Mengejar Skripsi “Sejauh-jauhnya skripsi itu dihindari, pasti akan mendekat juga”.




Wah, menyelesaikan skripsi tuh bener-bener perjuangan yah? Hihihi... Harusnya sih aku bisa menyelesaikannya 3 bulan kemarin, tapi...masih nihil!
Aku nih udah dianggap angkatan tua, and masih aja aktif di kampus jadi asisten. Padahal temen-temenku yang lain mungkin udah berkarya di luar sono. Kerjaan tiap hari ya gitu deehhh, rada kuli, enggak kenal waktu. Punya orang tua ya kurang diperhatikan.., punya temen ya jarang kumpul-kumpul lagi. Jadi workaholic gini ya? Pulang udah capek, and pagi kudu berangkat lagi enggak sempet ngurus hal lain. Ya mungkin emang manajemen waktuku saja yang kurang pas, menempatkan kerjaan sebagai prioritas utama.

Hmm, sekarang nih aku baru ngerasa ketar-ketir. Pasalnya, skripsiku yang dah sampe tahap analisis itu kayaknya sudah basi, jamuran, lumutan...diantara tumpukan buku-buku kuliahku. Sementara aku sadari betul bahwa aku harus segera menyelesaikan studiku, agar bisa segera melangkah ke hal lain yang lebih tinggi, berkarir dengan ijazah S1. Dan yang pasti orang tuaku sudah lama menantikan kapan aku lulus dan segera menikah, hahaha... Hal lain yang membuatku stres juga. Walau pacarku yang usianya terpaut jauh lebih tua dari aku memang sudah bekerja, tapi aku masih ingin menikmati hidup sebagai lajang.
Mungkin memang ini kali ya tantangan buat aku untuk segera menyelesaikan skripsi. Bahkan mungkin karena saking sudah lama tidak kusentuh, aku harus mengulanginya dari awal. It's okay, aku yakin pasti bisa menyelesaikannya. Ups, pede banget ya! Padahal pagi ini tanganku gemetaran lho. Bukan karena kedinginan diruang ber-AC atau juga karena buyutan, hehehe, tapi karena segala perencanaan dan target yang ingin kucapai berputar terus dikepalaku. Aku memang sempat drop beberapa waktu lalu, semangat hidupku pudar hanya karena masa lalu yang tidak penting. Kini aku harus mencoba melangkah lagi dari awal. Ya semoga saja, semangat dan optimis-ku ini bisa terus membara,hihihi kayak obor olimpiade!
Skripsi bukanlah tugas kelompok, sekalipun itu bekerja dalam sebuah penelitian berkelompok, pada akhirnya skripsi itu tugas individu. Sama halnya dengan hidup. Kehidupan ini memang bersosial bersama orang lain, namun pada akhirnya, kematian itu seorang diri.
Mungkin terlalu hiperbolis menganalogikan skripsi dengan hidup. Tapi inilah kenyataannya, karena skripsi merupakan bagian dari hidup. Banyak pelajaran dan pengalaman yang bisa diambil dari mata kuliah skripsi, diantaranya yaitu pendewasaan.
1. Bagiku Penelitianku, Bagimu Penelitianmu
Pendewasaan yang pertama adalah bagaimana menyikapi apa yang telah kita dapatkan. Setiap mahasiswa memiliki topik penelitiannya sendiri, entah itu penelitian kualitatif atau penelitian kuantitatif, studi kepustakaan ataupun studi lapangan. Persoalan yang sering terjadi adalah ketika satu pihak merasa penelitiannya lebih sulit daripada pihak lain. Hidup ini berbeda, ada orang kaya ada orang miskin. Tolak ukur dari hidup adalah berkualitas, bukan kuantitas. Belum tentu si kaya bahagia dan belum tentu pula si miskin menderita. Sama halnya dengan skripsi, belum tentu penelitian yang mudah itu membahagiakan dan belum tentu penelitian yang sulit itu menyengsarakan. Semua punya titik dan porsi kepuasan pada tempatnya yang pada akhirnya menggambarkan kebahagian masing-masing.
2. Mengejar Dosen.
“Mengejar dosenku tidak semudah mengejar dosenmu”. Perkataan tersebut sudah sangat sering dilontarkan oleh mahasiswa tingkat akhir. Beberapa banyak mengeluh tentang dosen yang sulit ditemui, dosen yang terlalu sibuk, dosen yang masa bodoh atau dosen yang terlalu pintar sehingga banyak maunya. Semuanya ada masalah tersendiri dengan dosen. Itulah uniknya skripsi, mengejar dosen pembimbing. Sama halnya dengan rezeki, mengejar sesuap nasi. Ya, analogi mengejar dosen sama dengan analogi mencari rezeki. Setiap mahasiswa punya dosen pembimbingnya masing-masing, sama halnya dengan punya rezekinya masing-masing. Yang mendapat dosen mudah ditemui, baik, dan tidak banyak maunya, bukan lantas berleha-leha, harus memberi feedback (dibaca : revisi) dengan baik. Sama juga dengan rezeki, ketika banyak mendapat maka harus banyak juga memberi. Tapi jangan pesimis bagi yang mendapat (katakanlah) dosen yang menyulitkan. Dosen juga manusia, pasti ada celah kemudahan bimbingan disetiap kesulitannya. Rezeki itu tidak akan menyulitkan ketika kita berusaha mendapatkannya. Jadi, pendewasaan yang kedua adalah bagaimana mensyukuri rezeki yang kita punya.
3. Lebih Cepat Lebih Baik?
Terkadang ungkapan lebih cepat lebih baik belum tentu benar. Kenapa? karena semua ada waktunya. Tapi bukan juga lebih lama lebih baik, atau bahkan dilama-lamain agar lebih baik (kapan lulus?). Analogi skripsi dengan dengan hidup-nya adalah seperti ini. Setiap bayi tumbuh dan berkembang, sama diantara bayi yang satu dengan bayi yang lain. Perbedaannya hanya terletak pada waktu. Misalnya bayi A dapat berbicara atau berjalan lebih cepat dari bayi B. Namun pada akhirnya, kita tidak tahu mana yang lebih cepat meninggal atau mana yang lebih lama hidup. Belum tentu yang lebih cepat meninggal itu lebih buruk atau yang lebih lama hidup itu lebih baik. Manfaatkanlah waktu semasa kita hidup. Begitupula dengan kelulusan, lebih cepat atau lebih lama, belum tentu lebih baik. Cepat atau lama, yang pasti akan lebih indah. Sehingga manfaatkanlah waktumu semasa kuliahmu. Jadi, pendewasaan yang ketiga adalah bagaimana memanfaatkan waktu dengan baik.
Skripsi itu bukan hanya pembelajaran akademis yang kita teliti, namun juga pembelajaran hidup yang kita alami. Skripsi bukan hanya makalah hasil penelitian, melainkan juga makalah hasil pendewasaan. Jadi, sikapilah skripsi dengan bijak dan jalanilah dengan baik, karena semua mahasiswa indah pada skripsinya.[]

Tidak ada komentar:

Posting Komentar