Seluruh isi Alquran adalah petunjuk jalan dari Allah SWT
bagi manusia. Di dalamnya juga terdapat nasihat dan peringatan, berita gembira
dan ancaman. Maka sudah selayaknya, kita wajib mengikutinya. Dan sebaliknya,
tidak layak bersikap sebaliknya sebagaimana dilakukan Ahli Kitab. Inilah
perkara yang ditegaskan oleh ayat ini.
Hatinya Tunduk kepada
Kebenaran
Allah SWT
berfirman: Alam ya`ni li al-ladzîna âmanû an takhsya’a qulûbuhum li dzikril-Lâh
(belumkah datang waktunya bagi orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati
mereka mengingat Allah). Setidaknya ada dua penjelasan tentang untuk siapa ayat
ini diturunkan.
Pertama, untuk orang-orang munafik. Yakni orang-orang yang
menampakkan diri sebagai orang Mukmin namun menyembunyikan kekufurun dalam
hatinya. Di antara yang berpendapat demikian adalah al-Sudi dan lainnya.
Kedua, untuk kaum Mukminin secara umum. Pendapat ini dipilih
oleh al-Syaukani dan lain-lain. Pendapat ini didasarkan beberapa riwayat. Di
antaranya adalah hadits riwayat Ibnu Mardawaih dari Aisyah yang berkata,
“Rasulullah SAW keluar pada sekelompok sahabatnya di dalam masjid yang sedang
tertawa. Beliau pun menarik selendangnya
dan wajahnya merah seraya bersabda: “Apakah kalian tertawa sedangkan belum
datang kepada kalian jaminan dari Tuhan kalian bahwa Dia telah mengampuni
kalian? Sungguh telah turun kepadaku sebuah ayat tentang tertawamu: Alam ya`ni
li al-ladzîna âmanû an takhsya’a qulûbuhum li dzikril-Lâh. Kemudian mereka
bertanya, “Apakah kaffarah atas perbuatan tersebut?” Beliau menjawab: Kalian
menangis semampu kalian dalam tertawa.
Dalam ayat ini, mereka diserukan untuk segera menata hati
mereka agar tunduk terhadap peringatan Allah SWT. Disebutkan: alam ya`ni.
Artinya: alam ya`ti waqtuhu (belum tibakah waktunya). Dijelaskan al-Syinqithi,
bentuk istifhâm (kalimat tanya) seperti ini berguna sebagai li al-taqrîr (untuk
menetapkan). Pihak yang diseru dibawa menetapkannya seraya berkata: balâ (ya).
Perkara yang ditetapkan disebutkan dalam frasa selanjutnya: an takhasya’a
qulûbuhum lidzikril-Lâh wa mâ nazala min al-haqq.
Dijelaskan al-Qurthubi, kata an takhsy’a bermakna tadzillu
wa talînu (merasa rendah dan menjadi sangat lembut). Ibnu ‘Abbas sebagaimana
dikutip al-Thabari memaknainya sebagai tuthî’u qulûbuhum (hati mereka taat).
Sikap hati tersebut dilakukan terhadap dzikril-Lâh wa mâ nazala min al-haqq.
Bukti Tunduk Pada Al Qur’an
Kata dzikril-Lâh berarti wa’zhihi wa irsyâdihi (nasihat dan
petunjuk-Nya). Demikian al-Zuhaili dalam tafsirnya. Sedangkan wa mâ nazala min
al-haqq (dan kepada kebenaran yang telah turun [kepada mereka]). Yang dimaksud
dengan kebenaran yang diturunkan itu adalah Alquran. Demikian penjelasan para
mufassir seperti al-Thabari, al-Syaukani, al-Baghawi, al-Alusi, al-Qinuhi,
al-Jazairi, dan lain-lain. Bahkan menurut al-Zamakhsyari dan al-nasafi,
dzikril-Lâh dan wa mâ nazala min al-haqq menunjuk kepada stau obyek, yakni
Alquran. Sebab, Alquran mencakup untuk dua perkara: al-dzikr wa al-maw’izhah
(peringatan dan nasihat).
Dengan demikian, ayat ini berisi dorongan dan celaan.
Demikian Ibnu ‘Athiyyah dalam tafsirnya.
Yakni, memerintahkan kepada kaum Mukminin agar segera menata hatinya
agar tunduk, takut, dan lunak terhadap peringatan dan nasihat-Nya sekaligus
memberikan celaan terhadap yang bersikap sebaliknya. Sikap yang sama juga
diperintahkan dilakukan terhadap Alquran dengan mau mendengarnya, memahaminya,
menaatinya, dan melaksanakan.
Kutipan diatas Adalah Sebuah Inti dari sebuah Kultum yang di
bawakan pada kali ini oleh Saudara Vicky Azmi yang berasal dari Pemalang Jawa
Tengah, Bukan hanya itu yang terpenting dalam kegiatan kultum adalah meransang
jiwa keberanian mengucap atau berceramah didalam masyarakat. Seperti seringnya
terlihat bahwa kenakalan anak remaja di zaman saat ini, sangatlah
memperhatinkan, lain halnya dengan Mahasiswa STAI PTDI yang dapat mengikuti
kegiatan yang penuh mulia tersebut.[]MZ_matasiswa.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar