Selasa, 30 Juli 2013

Tradisi Pulang Kampung, Di Akhir - akhir Bulan Ramadhan (Malam Lailatul Qodar )




Bagi sebagian besar masyarakat Indonesia, khususnya yang beragama Islam, menjelang Hari Raya Idul Fitri atau Lebaran adalah momentum untuk melakukan tradisi pulang kampung atau yang lazim disebut mudik. Fenomena mudik yang terjadi di Indonesia merupakan hal unik dan tidak ditemukan di negara lain terutama jumlah masif pemudiknya dalam waktu yang hampir bersamaan sekitar 1 minggu sebelum hari H dan arus balik dalam seminggu setelahnya.

Namun bagaimana dengan Ibadah di bulan Ramadhan yang justru di akhir - akhir malam Ramadhan terdapat suatu pahal yang tak tertandingi, karena di situ terdapat suatu malam yakni malam lailatul qodar, sehingga ibadah tersebut sirna dengan keingaannya untuk menuju kampung halaman, selama tinggal di kota untuk mencari kerja, itupun ibadah apabila ingin bertemu dengan orang tua disana, namun alangkah baiknya ketika diperjalan pulang kampung di usahakan untuk beribadah di malamnya, yakni sholat isya berjawah dan sholat tarawih, agar para pemudik menadapatkan dua kenikmatan yakni dapat menjalankan ibadah Ramadhan tanpa ditinggalkan dan dapat bertemu dengan kedua oran tua.

Saat mudiklah maka berbondong-bondong perantau yang bekerja di ibu kota pulang ke kampung halamannya. Berikutnya ibu kota akan terlihat lengang, tidak seperti biasanya yang dipadat dan ramai.

Kata mudik berasal dari kata udik yang artinya desa; dusun; kampung, dan pengertian lain yang maknanya adalah lawan dari kota. Mudik berarti pulang ke udik atau pulang ke kampung halaman bersamaan dengan datangnya hari Idul Fitri atau Lebaran.

Tradisi mudik merupakan kebiasaan yang masih belum tergantikan meski dengan adanya teknologi telekomunikasi seperti handphone untuk mengucapkan selamat hari Idul Fitri. Mudik merupakan kesempatan untuk bertemu sanak keluarga dan sekaligus merayakan Idul Fitri bersama-sama.

Ada beberapa alasan mengapa masyarakat Indonesia sulit meninggalkan tradisi mudik. Pertama, mudik merupakan jalan mencari berkah dengan bersilaturahmi kepada orang tua, kerabat, dan tetangga. Kedua, sebagai pengingat asal usul daerah bagi mereka yang merantau. Ketiga, tradisi mudik bagi perantau di ibu kota adalah saat untuk menunjukkan eksistensi keberhasilannya. Selain itu, juga ajang berbagi kepada sanak saudara yang telah lama ditinggal untuk ikut merasakan keberhasilannya dalam merantau. Keempat, mudik adalah terapi psikologis memanfaatkan libur lebaran untuk berwisata setelah setahun sibuk dalam rutinitas pekerjaan sehingga saat masuk kerja kembali memiliki semangat baru.

Awalnya mudik merupakan tradisi primordial masyarakat petani Jawa bahkan sejak sebelum masa Kerajaan Majapahit. Tradisi petani ini saat pulang ke desanya adalah membersihkan pekuburan makam leluhurnya. Tradisi tersebut bertujuan agar perantau diberi keselamatan dalam mencari rezeki dan keluarga yang ditinggalkan aman dan tenteram. Tradisi pulang ke kampung halaman setahun sekali ini terus bertahan apalagi dengan adanya Idul Fitri atau Lebaran. Itulah sebabnya, mengapa kebanyakan masyarakat Jawa yang mudik selalu menyempatkan diri berziarah dan membersihkan kuburan keluarga dan leluhurnya yang telah meninggal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar