Minggu, 10 Februari 2013

Mengenal Sekilas Busway



Transjakarta atau umum disebut Busway adalah sebuah sistem transportasi bus cepat atau Bus Rapid Transit di Jakarta, Indonesia. Sistem ini dimodelkan berdasarkan sistem TransMilenio yang sukses di Bogota, Kolombia. Perencanaan Busway telah dimulai sejak tahun 1997 oleh konsultan dari Inggris. Pada waktu itu direncanakan bus berjalan berlawanan dengan arus lalu-lintas (contra flow) supaya jalur tidak diserobot kendaraan lain, namun dibatalkan dengan pertimbangan keselamatan lalu-lintas. Meskipun Busway di Jakarta meniru negara lain (Kolombia, Jepang, Australia), namun Jakarta memiliki jalur yang terpanjang dan terbanyak. Sehingga kalau dulu orang selalu melihat ke Bogota, sekarang Jakarta sebagai contoh yang perlu dipelajari masalah dan cara penanggulangannya.
Berdasarkan situs resmi Transjakarta, dari 1 Februari 2004 hingga akhir Maret 2005, Transjakarta dilaporkan telah mengangkut sebanyak 20.508.898 penumpang.



Ada program pendidikan khusus bagi anak-anak sekolah yang dinamakan "Transjakarta ke sekolah" (Bahasa Inggris: "Transjakarta goes to school") dan penyediaan bus khusus bagi rombongan untuk anak sekolah (TK, SD, SDLB). Mereka mendapatkan bus khusus yang tidak bergabung dengan penumpang umum. Targetnya, para siswa ini diajari untuk tertib, belajar antre, dan menyukai angkutan umum.
Tarif tiket Transjakarta adalah Rp. 3.500 (Desember 2006) per perjalanan. Penumpang yang pindah jalur dan/atau transit antar koridor tidak perlu membayar tarif tambahan asalkan tidak keluar dari halte. Bagi penumpang yang membeli tiket pukul 5-7 pagi, mereka dapat memperoleh tiket dengan harga yang lebih ekonomis yaitu Rp. 2.000. Mulai 2006, kartu chip JakCard, dilancarkan oleh PT Bank DKI, boleh digunakan untuk membayar tarif.

Awal tahun 2007 direncanakan akan terjadi kenaikan tarif pada saat dioperasikannya koridor-koridor baru (4-7). DPRD Jakarta mengusulkan kenaikan dari Rp3.500,00 menjadi Rp5.000,00, sementara Organda mengusulkan menjadi Rp7.000,00. Kenaikan tarif ini akan diberlakukan dengan alasan antara lain:

    Jangkauan rute akan menjadi semakin luas
    Tarif saat ini hanya meliputi aspek biaya perawatan dan operasional saja
    Seiring dengan bertambahnya jumlah penumpang, jumlah subsidi yang dibutuhkan menjadi semakin besar
    Tarif saat ini dinilai mematikan angkutan umum yang ada (yang sampai saat ini masih dibutuhkan untuk menyokong operasional Transjakarta)
    Penumpang yang melakukan transit antar koridor jauh lebih besar dari yang diperkirakan sebelumnya oleh penyelenggara sehingga menjadi beban (finansial)

Rencana kenaikan tarif ini mengundang reaksi negatif dari beberapa pihak yang merasa haknya untuk mendapatkan angkutan yang murah dan nyaman dikurangi, pelayanan yang diberikan belum memuaskan, menambah beratnya biaya hidup keseluruhan, serta ada juga yang keberatan karena angkutan alternatif yang ada telah ditiadakan rutenya pada saat beroperasinya Transjakarta sehingga mereka tidak memiliki pilihan lain.

Sebagai opini khalayak umum, Transjakarta belum dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat dan seringkali merugikan, sebab dari sisi pelayanan bukan pelayanan prima yang diberikan tapi pelayanan yang semena-mena. Penumpang dibiarkan berdesak-desakan dan harus antri, bahkan kadang-kadang dibentak, kemudian tidak menerapkan Visitor Management Techniques sehingga susunan antrian penumpang menjadi amburadul.

Namun, ada juga beberapa pihak yang mendukung dengan harapan dengan naiknya tarif jumlah penumpang akan berkurang dan armada bus dapat ditambah sehingga kenyamanan dan keamanan dapat ditingkatkan; Beberapa pengemudi angkutan umum juga berharap bahwa dengan kenaikan tarif ini, sebagian bekas pelanggan mereka akan kembali beralih menggunakan jasa mereka.
Namun tarif baru yang sedianya naik pada 27 Januari 2007 ini ditunda untuk menunggu kajian Dinas Perhubungan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta bersama-sama BPK dan YLKI. Jalur pertama yang dibuka adalah Koridor 1 sepanjang 12,9 km yang melayani rute Terminal Blok M-Kota. Dua tahun kemudian, Koridor 2 (14,3 km) dan 3 (18,7 km) mulai dioperasikan. Awalnya untuk transfer jalur penumpang harus melakukannya di tiga halte yang telah ditetapkan, yaitu Sawah Besar, Monas, dan Pecenongan, tetapi sejak September 2006, penumpang telah dapat menggunakan Harmoni Central Busway sebagai satu-satunya titik transfer.
Sejak awal 2012, BLU Transjakarta dan pemerintah daerah meluncurkan bus Angkutan Terintergrasi Perbatasan Busway atau disebut APTB yang melayani masyakarat Bodetabek mau hendak naik bus Transjakarta baik pergi kerja atau tempat-tempat menarik seperti objek wisata, mall dan lain-lain dan berikut ini adalah rute-rute APTB. Tarifnya adalah gratis (untuk Bekasi-Pulo Gadung, Bekasi-Kp. Rambutan dan Tangerang-S. Parman Podomoro City), Rp. 6000 (untuk Ciputat-Kota) dan Rp. 10000 (untuk Cibinong-Grogol)
Badan ini adalah pengelola Transjakarta yang awalnya bernama Badan Pengelola (BP) Transjakarta. Lembaga ini dibentuk pada tahun 2003 berdasarkan SK Gubernur Provinsi DKI Jakarta Nomor 110/2003 tentang Pembentukan BP Transjakarta. Pada tahun 2006 namanya kemudian diganti menjadi Badan Layanan Umum Transjakarta berdasarkan Peraturan Gubernur Nomor 48 Tahun 2006. BLUTJ bernaung di bawah Dinas Perhubungan Provinsi DKI Jakarta.

    Kurangnya bus-bus pengumpan (feeder) yang membantu melayani Transjakarta.
    Beberapa jembatan penyeberangan yang dibangun bagi penumpang Transjakarta secara berkala mengalami kerusakan, contohnya lantai jembatan yang berlubang serta tangga yang lantainya telah rusak.
    Pada jam-jam sibuk, jumlah armada yang tersedia belum sebanding dengan jumlah penumpang menyebabkan antrian panjang di halte-halte (terutama untuk koridor 2 dan 3). Kriminalitas juga kerap terjadi pada jam-jam sibuk disaat bus penuh terisi sesak.
    Halte-halte yang ada belum menyediakan sarana ventilasi udara yang layak sehingga membuat ruangan menjadi pengap ketika terdapat banyak orang yang mengantri.
    Beberapa titik di jalur koridor 2-8 masih sering dimasuki oleh kendaraan pribadi, menyebabkan terhambatnya perjalanan bus pada jam-jam tertentu (pada kondisi tertentu, telah diberikan suatu solusi, yaitu setelah dilakukan koordinasi, bus akan mengambil jalur dari arah yang berlawanan, sementara bus-bus dari arah yang berlawanan akan melewati jalur umum).
    Karena sering dimasuki (secara tiba-tiba) oleh pejalan kaki dan kendaraan pribadi, maka di beberapa titik di Koridor 2 dan 3 secara berkala terjadi kecelakaan yang melibatkan bus Transjakarta dan pejalan kaki/kendaraan pribadi.
    Seringkali pengumuman halte yang diberikan tidak sesuai dengan halte yang akan dilalui, hal ini disebabkan oleh keteledoran pengemudi yang lupa menekan tombol pengumuman pada waktunya.
    Pembuatan maupun pengoprasian Transjakarta membuat kemacetan yang luar biasa dan sering di luar batas kewajaran, terutama pembangunan jalur yang meninggikan permukaan jalan.
 Kurangnya jumlah SPBBG membuat headway di sejumlah koridor menjadi lama, karena letak SPBBG yang jauh dan kadang terjadi masalah di suatu SPBBG.
    Meskipun diberitahukan pemberhentian berikutnya Halte Indosiar dan Jelambar, Koridor 8 tidak berhenti di Halte Indosiar dan Jelambar, dikarenakan kondisi kedua halte yang terlalu kecil dan padat oleh penumpang koridor 3
Lalu lintas di sejumlah jalan di Jakarta macet sejak bulan September 2007 dari pagi hingga petang. Kemacetan terjadi jalan arteri di kawasan Sunter, Kelapa Gading, Pluit, Jembatan Tiga, dan Ancol, Tomang-Grogol, Slipi serta Cawang dan juga merambat hingga ke jalan tol Cawang – Taman Mini, dan Ancol - Pluit.

Kemacetan terparah terjadi di Yos Sudarso depan Artha Gading hingga Boulevard Barat. Pada pukul 13.30, laju kendaraan pada dua arah di kawasan itu sangat lambat. Untuk menembus 200 meter, Kompas perlu waktu 30 menit. Pada pukul 15.30 – 17.00, kendaraan tak bisa bergerak. Sebagian pengemudi mematikan mesin kendaraannya. Kemacetan arus lalu lintas di sana sebenarnya sudah terasa pada waktu pagi hingga siang. Namun hal ini menjadi lebih parah karena pada ruas jalan sepanjang hampir satu kilometer di dua arah antara Plumpang hingga depan PT Toyota Astra (Sunter Jaya), terdapat banyak putaran, proyek busway Koridor X, proyek penataan taman, dan jalan layang. Kawasan tersebut menjadi simpul lalu lintas yang paling macet. Kendaraan yang hendak turun dari tol Cawang di ramp off Pulogadung dan Sunter juga tidak bisa bergerak, dan ekor kemacetan menjalar hingga gerbang tol Dalam Kota di Cililitan, sejak pagi hingga menjelang pukul 12.00, dan itu terjadi lagi petang harinya.

Arus lalu lintas juga tersendat di Pluit Raya, Pluit Selatan, Gedong Panjang dan Jalan Pakin akibat pengecoran busway Koridor IX.

Pembagunan jalur busway Koridor VIII (Lebak Bulus-Harmoni) itu, menimbulkan kemacetan dan kesemrawutan lalu lintas yang sudah terjadi di Jakarta sejak sekitar sebulan terakhir, sejak dimulainya pembangunan tiga koridor jalur busway secara simultan di berbagai bagian kota. Jalan Panjang pun sudah berminggu-minggu selalu dilanda kemacetan, sejak dimulai pembangunnya lintasan bus khusus itu di beberapa ruasnya. Kemacetan total hampir tiap hari terjadi di sepanjang Jalan Letjen S Parman dan Jalan Gatot Subroto. Penyebabnya, pembangunan jalur busway Koridor IX (Pinang Ranti Gede-Pluit) yang juga melintasi ruas jalan yang membelah Jakarta dari arah barat laut ke tenggara itu.

Jalan Gatot Subroto kini berubah seperti neraka setidaknya bagi warga Jakarta dan sekitarnya, yang setiap hari harus melalui jalan itu. Kondisi itu berlangsung sejak dua pekan lalu saat sebagian badan jalan digunakan untuk proyek pembangunan jalur bus Transjakarta Koridor 9. Jalan yang lebar tiba-tiba mengecil. Arus kendaraan tersumbat.
Kemacetan parah juga terjadi setiap hari di jalan Gatot Subroto yang awalnya berbaris dalam empat lajur mengecil menjadi tiga lajur, lalu dua lajur, hingga tinggal satu lajur. Titik tersempit satu lajur itu terjadi tepat di samping warung rokok pinggir jalan, yang terletak antara Gedung Bidakara dan Graha Mustika Ratu. Formasi lajur itu terbentuk karena sebagian badan jalan termakan pembangunan Koridor IX. Satu lajur selebar sekitar tiga meter itu memanjang sekitar 50 meter hingga gerbang keluar Graha Mustika Ratu. Setelah itu, badan jalan melebar kembali sehingga mobil kembali bisa berformasi dua sampai tiga lajur. Penyempitan lajur hanya 50 meter di satu titik itu menyebabkan antrean mobil bisa mengular hingga Grogol dan juga hingga jalan layang Tendean ke arah Blok M.[]MZ_matasiswa.com

Tidak ada komentar:

Posting Komentar