Sudah sekitar empat tahun saya mengenalnya. Pembawaannya amat tenang.
Akan tetapi senyum lembut senantiasa tersungging setiap kali ia
mendapatkan kabar gembira dari sahabat-sahabatnya. Sesekali senyum lebar
ia tebarkan, ketika salah seorang sahabatnya menyampaikan cerita lucu.
Ya, senyum lebar saja dengan suara yang rendah. Tak pernah ada tawa
nyaring keluar dari mulutnya. Ia bukanlah seorang orator. Bahkan ia
seorang yang amat pendiam. Sepertinya setiap kalimat yang ia ucapkan
telah melalui perenungan yang mendalam. Tak ada yang ia katakan kecuali
kalimat yang bermanfaat.
Ada satu waktu pada masa perkenalan, di mana saya merasa tidak bisa bersabar dengan sifat pendiamnya. Waktu juga yang membuka hati saya untuk mengenalnya lebih dekat. Pada diamnya saya seolah menemukan pesan Rasulullahu saw: ”Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya mengucapkan kata-kata yang baik atau diam.”
Saya tidak menemukan sifat “senang tampil” pada dirinya. Jika duduk pada sebuah majelis, maka ia lebih cenderung duduk di belakang. Ketika dimintakan untuk berbicara pada forum umum, selalu saja ia cenderung mempersilakan yang lain terlebih dahulu. Ketika dalam halaqah tarbiyah (lingkaran pengajian Islam) diadakan evaluasi tentang prestasi kerja profesi masing-masing peserta, ia cenderung menyembunyikannya. Kalau bukan karena tuntutan muhasabah kerja da’wah, saya yakin ia tidak akan pernah menceritakan prestasinya. Akan tetapi, ketika ada tugas-tugas da’wah dilimpahkan kepadanya, ia akan laksanakan tugas-tugas itu tanpa pernah ada protes sedikitpun.
Begitu mudah ayat-ayat Quran menyentuh lubuk hatinya. Suaranya selalu bergetar ketika ia membaca ayat-ayat Quran. Tidak jarang saya melihat matanya berkaca-kaca dan menangis pada saat bertilawah atau ketika sedang saling mengecek hafalan Quran. Menyaksikan kelembutan hatinya terhadap Quran mengingatkan saya pada ucapan Aisyah ra ketika Nabi Muhammad saw meminta Abubakar ash-Shiddiq ra. mengimami kaum muslimin saat beliau sakit, ”Ya Rasulullah janganlah Abubakar diminta mengimami, sebab ia gampang menangis kalau membaca Quran.”
Salah satu rangkaian ayat yang saya duga amat menyentuh hatinya adalah: “Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabbmu Maha Luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah Yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa. (QS. 53:31-32). Pada satu tadzkirah singkatnya saya amat merasakan pesan yang kuat menghujam ke dalam hati,” … maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci.”
Barangkali pesan itulah yang senantiasa ia bisikan ke dalam jiwanya sendiri, sehingga ucapannya dengan nada rendah terdengar nyaring pada hati saya. Ketika ada sahabatnya yang ditimpa duka, ia dengarkan dengan seksama kisahnya. Lalu tampaklah wajahnya menyimpan duka yang sama. Lalu ia akan berikan bantuan sebesar yang ia bisa berikan, terkadang dengan bantuan yang amat besar. Sahabat yang dibantunya sedikitpun tak merasakan perubahan sikapnya setelah ia membantu. Seolah tak ada kejadian apapun yang telah terjadi. Dan seolah ia ingin mengucapkan,“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Rabb kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. (QS. 76:9-10) ***
Ya Allah, berikanlah kebaikanMu kepadanya. Peliharalah ia dalam keimanan yang istiqamah. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mempertemukan saya dengan sahabat-sahabat yang baik, maka jadikanlah saya bagian dari mereka. Ya Allah, apapun kenikmatan yang sampai kepada saya atau kebaikan dari salah seorang ciptaanMu, maka itu semua dariMu semata; Tiada sekutu bagiMu. Maka bagimu segala pujian dan bagimu segala ungkapan terima kasih.
Ada satu waktu pada masa perkenalan, di mana saya merasa tidak bisa bersabar dengan sifat pendiamnya. Waktu juga yang membuka hati saya untuk mengenalnya lebih dekat. Pada diamnya saya seolah menemukan pesan Rasulullahu saw: ”Barangsiapa beriman kepada Allah dan Hari Akhir hendaknya mengucapkan kata-kata yang baik atau diam.”
Saya tidak menemukan sifat “senang tampil” pada dirinya. Jika duduk pada sebuah majelis, maka ia lebih cenderung duduk di belakang. Ketika dimintakan untuk berbicara pada forum umum, selalu saja ia cenderung mempersilakan yang lain terlebih dahulu. Ketika dalam halaqah tarbiyah (lingkaran pengajian Islam) diadakan evaluasi tentang prestasi kerja profesi masing-masing peserta, ia cenderung menyembunyikannya. Kalau bukan karena tuntutan muhasabah kerja da’wah, saya yakin ia tidak akan pernah menceritakan prestasinya. Akan tetapi, ketika ada tugas-tugas da’wah dilimpahkan kepadanya, ia akan laksanakan tugas-tugas itu tanpa pernah ada protes sedikitpun.
Begitu mudah ayat-ayat Quran menyentuh lubuk hatinya. Suaranya selalu bergetar ketika ia membaca ayat-ayat Quran. Tidak jarang saya melihat matanya berkaca-kaca dan menangis pada saat bertilawah atau ketika sedang saling mengecek hafalan Quran. Menyaksikan kelembutan hatinya terhadap Quran mengingatkan saya pada ucapan Aisyah ra ketika Nabi Muhammad saw meminta Abubakar ash-Shiddiq ra. mengimami kaum muslimin saat beliau sakit, ”Ya Rasulullah janganlah Abubakar diminta mengimami, sebab ia gampang menangis kalau membaca Quran.”
Salah satu rangkaian ayat yang saya duga amat menyentuh hatinya adalah: “Dan hanya kepunyaan Allah-lah apa yang ada di langit dan apa yang ada di bumi supaya Dia memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat jahat terhadap apa yang telah mereka kerjakan dan memberi balasan kepada orang-orang yang berbuat baik dengan pahala yang lebih baik (surga). (Yaitu) orang yang menjauhi dosa-dosa besar dan perbuatan keji yang selain dari kesalahan-kesalahan kecil. Sesungguhnya Rabbmu Maha Luas ampunanNya. Dan Dia lebih mengetahui (tentang keadaan) mu ketika Dia menjadikan kamu dari tanah dan ketika kamu masih janin dalam perut ibumu; maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci. Dialah Yang paling mengetahui tentang orang yang bertaqwa. (QS. 53:31-32). Pada satu tadzkirah singkatnya saya amat merasakan pesan yang kuat menghujam ke dalam hati,” … maka janganlah kamu mengatakan dirimu suci.”
Barangkali pesan itulah yang senantiasa ia bisikan ke dalam jiwanya sendiri, sehingga ucapannya dengan nada rendah terdengar nyaring pada hati saya. Ketika ada sahabatnya yang ditimpa duka, ia dengarkan dengan seksama kisahnya. Lalu tampaklah wajahnya menyimpan duka yang sama. Lalu ia akan berikan bantuan sebesar yang ia bisa berikan, terkadang dengan bantuan yang amat besar. Sahabat yang dibantunya sedikitpun tak merasakan perubahan sikapnya setelah ia membantu. Seolah tak ada kejadian apapun yang telah terjadi. Dan seolah ia ingin mengucapkan,“Sesungguhnya kami memberi makanan kepadamu hanyalah untuk mengharapkan keridhaan Allah, kami tidak menghendaki balasan dari kamu dan tidak pula (ucapan) terima kasih. Sesungguhnya kami takut akan (azab) Rabb kami pada suatu hari yang (di hari itu) orang-orang bermuka masam penuh kesulitan. (QS. 76:9-10) ***
Ya Allah, berikanlah kebaikanMu kepadanya. Peliharalah ia dalam keimanan yang istiqamah. Terima kasih ya Allah, Engkau telah mempertemukan saya dengan sahabat-sahabat yang baik, maka jadikanlah saya bagian dari mereka. Ya Allah, apapun kenikmatan yang sampai kepada saya atau kebaikan dari salah seorang ciptaanMu, maka itu semua dariMu semata; Tiada sekutu bagiMu. Maka bagimu segala pujian dan bagimu segala ungkapan terima kasih.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar