Selasa, 19 Maret 2013
Matasiswa.com : Hukum Fotografi dan Hukum Mengoleksi Foto-Foto Artis
Mengenai foto dengan kamera, maka seorang mufti Mesir pada masa lalu, yaitu Al ‘Allamah Syekh Muhammad Bakhit Al Muthi’i – termasuk salah seorang pembesar ulama dan mufti pada zamannya – di dalam risalahnya yang berjudul “Al Jawabul Kaafi fi Ibahaatit Tashwiiril Futughrafi” berpendapat bahwa fotografi itu hukumnya mubah. Beliau berpendapat bahwa pada hakikatnya fotografi tidak termasuk ke dalam aktivitas mencipta sebagaimana disinyalir hadits dengan kalimat “yakhluqu kakhalqi” (menciptakan seperti ciptaanKu …), tetapi foto itu hanya menahan bayangan. Lebih tepat, fotografi ini diistilahkan dengan “pemantulan,” sebagaimana yang diistilahkan oleh putra-putra Teluk yang menamakan fotografer (tukang foto) dengan sebutan al ‘akkas (tukang memantulkan), karena ia memantulkan bayangan seperti cermin. Aktivitas ini hanyalah menahan bayangan atau memantulkannya, tidak seperti yang dilakukan oleh pemahat patung atau pelukis. Karena itu, fotografi ini tidak diharamkan, ia terhukum mubah.
Fatwa Syekh Muhammad Bakhit ini disetujui oleh banyak ulama, dan pendapat ini pulalah yang saya pilih dalam buku saya Al Halal wal Haram.
Fotografi ini tidak terlarang dengan syarat obyeknya adalah halal. Dengan demikian, tidak boleh memotret wanita telanjang atau hampir telanjang, atau memotret pemandangan yang dilarang syara’. Tetapi jika memotret objek-objek yang tidak terlarang, seperti teman atau anak-anak, pemandangan alam, ketika resepsi, atau lainnya, maka hal itu dibolehkan.
Kemudian ada pula kondisi-kondisi tertentu yang tergolong darurat sehingga memperbolehkan fotografi meski terhadap orang-orang yang diagungkan sekalipun, seperti untuk urusan kepegawaian, paspor, atau foto identitas. Adapun mengoleksi foto-foto para artis dan sejenisnya, maka hal itu tidak layak bagi seorang muslim yang memiliki perhatian terhadap agamanya.
Hukum Mengoleksi Foto-Foto Artis
Apa manfaatnya seorang muslim mengoleksi foto-foto artis? Tidaklah akan mengoleksi foto-foto seperti ini kecuali orang-orang tertentu yang kurang pekerjaan, yang hidupnya hanya disibukkan dengan foto-foto dan gambar-gambar.
Adapun jika mengoleksi majalah yang di dalamnya terdapat foto-foto atau gambar-gambar wanita telanjang, hal ini patut disesalkan. Lebih-lebih pada zaman sekarang ini, ketika gambar-gambar dan foto-foto wanita dipajang sebagai model iklan, mereka dijadikan perangkap untuk memburu pelanggan. Model-model iklan seperti ini biasanya dipotret dengan penampilan yang seronok.
Majalah dan surat kabar juga menggunakan cara seperti itu, mereka sengaja memasang foto-foto wanita pemfitnah untuk menarik minat pembeli. Anehnya, mereka enggan memasang gambar pemuda atau orang tua.
Bagaimanapun juga, apabila seseorang mengoleksi majalah tertentu karena berita atau pengetahuan yang ada di dalamnya – tidak bermaksud mengumpulkan gambar atau foto, bahkan menganggap hal itu sebagai sesuatu yang tidak ia perlukan – maka tidak apalah melakukannya. Namun yang lebih utama ialah membebaskan diri dari gambar-gambar telanjang yang menyimpang dari tata krama dan kesopanan. Kalau ia tidak dapat menghindarinya, maka hendaklah disimpan di tempat yang tidak mudah dijangkau dan dilihat orang, dan hendaklah ia hanya membaca isinya.
Sedangkan menggantungkan atau memasang foto-foto itu tidak diperbolehkan, karena hal itu dimaksudkan untuk mengagungkan. Dan yang demikian itu bertentangan dengan syara’, karena pengagungan hanyalah ditujukan kepada Allah Rabbul ‘Alamin.
—
Maraji’: Fatwa-Fatwa Kontemporer, Dr. Yusuf Qaradhawi
[]MZ_matasiswa.com
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar