Senin, 14 April 2014

Mau Ujian Nasional? Baca Ini Dulu


Foto: Mau Ujian Nasional? Baca Ini Dulu

Ujian Nasional (UN) memang suatu event tahunan yang fenomenal. Setiap tahunnya, ribuan siswa SMA/SMK/MA lulus dan harus memilih antara kuliah atau bekerja terlebih dahulu. Dalam Ujian Nasional, berbagai macam cara dan persiapan dilakukan baik oleh peserta ujian, guru, maupun orang tua murid. Persiapan pun dilakukan oleh siswa dengan cara giat belajar, banyak latihan soal, diskusi, mengadakan kelompok belajar, Try Out, dan persiapan lainnya.

Bukan hanya itu dalam Ujian Akademik Mahasiswa Kampus pun tak luput demikian seperti Melaksanakan, UTS, UAS, Skripsi, Hingga UKM (Ujian Kendali Mutu). Sikap siswa dalam menghadapi ujian pun tentunya berbeda. Ada yang menyikapinya dengan woles, biasa saja, bahkan ada yang riweuh harus ini itu. Semua siswa punya tujuan yang sama untuk belajar, yaitu lulus ujian. Kalau nggak lulus ujian berarti nggak bisa kuliah, juga nggak bisa kerja. Tapi, siswa sekarang nggak perlu khawatir tentang nilai, karena nilai UN tahun 2014 hanya diambil enam puluh persennya saja, sisanya empat puluh persen diambil dari ujian sekolah. Ya namanya juga ujian, entah itu Ujian Nasional ataupun bukan, tentunya harus punya persiapan yang cukup. Terkadang, ujian ini bisa membuat siswa stres menghadapinya.
Stres merupakan efek yang terkadang hinggap di dalam diri siswa menjelang UN. Stres ini bisa jadi disebabkan oleh sugesti dari diri sendiri tentang Ujian Nasional yang dianggap sulit banget dan menegangkan. Mungkin karena namanya yang “nasional”, siswa menganggap bahwa ujian ini adalah tantangan yang paling besar setelah tiga tahun belajar.
Ujian, Buat Apa Sih?
Namanya juga ujian, sudah pasti sebagai bahan evaluasi sudah sejauh mana siswa memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru-guru yang super greget pengabdiannya bagi pendidikan di Indonesia. Namun, harus menjadi catatan bahwa hasil ujian yang diindikasikan dengan nilai belum tentu menunjukkan tingkat kemampuan siswa, mengapa? Karena tidak semua siswa jujur dalam mengerjakan ujian. Siswa yang tidak jujur tersebut tidak mengerjakan ujiannya dengan kemampuan sendiri.
Ujian Nasional bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi dihadapi, betul nggak? Tapi, bagaimana sih menghadapinya? Dua cara sederhana (tapi nggak gampang dilakukan) yang bisa dilakukan adalah doa dan usaha. Kedua cara tersebut terbukti ampuh kalau ditambah dengan satu cara lagi, yaitu taqwa. Jika doa sudah kuat, ikhtiar sudah hebat, maka taqwa juga tidak boleh dipisahkan untuk menghadapi Ujian Nasional. Pertanyaannya adalah, mengapa harus doa dan taqwa?
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah [2] : 186).
Di dalam ayat di atas, doa dan taqwa itu berkaitan, betul nggak? Coba ingat-ingat lagi apa yang disebut dengan taqwa, masih ingat kan?
Siapa yang dapat mengabulkan doa? Siapa yang mencerahkan pikiran manusia untuk menerima ilmu? Siapa yang menciptakan penglihatan dan pendengaran sehingga siswa bisa menerima pelajaran dengan baik? Siapa yang meluluskan Ujian Nasional? Jawabannya pasti Allah, iya kan? Karena Allah menggerakkan tangan-tangan para penilai ujian (sekarang sudah memakai komputer) untuk menjadikan nilai ujian sesuai atau bahkan lebih dari KKM. Oleh karena itu, wajib hukumnya berdoa dan bertaqwa, meskipun bukan saat akan Ujian Nasional saja. Ingat, doa dan taqwa saja tidak cukup, jangan lupa ikhtiar dengan giat belajar. Kalau berdoa terus tapi nggak belajar, kapan bisanya ya?
Kenapa Harus Nyontek?
Nyontek itu bisa terjadi karena beberapa alasan. Alasan yang paling kuat yaitu takut nggak lulus. Alasan yang kedua yaitu karena nggak tahu jawabannya. Kemudian alasan yang ketiga adalah karena terpaksa menyontek.
Kenapa sih harus nyontek? Inilah mirisnya para pelajar di zaman sekarang, entah itu di tingkat SD, SMP, SMA/SMK/MA maupun perguruan tinggi, budaya menyontek masih saja ada, apalagi ketika ujian sedang berlangsung. Menyontek itu merupakan kejahatan akademik yang harus diberantas. Selain itu, menyontek juga merupakan perbuatan kebohongan terhadap tiga pihak, siapa saja? Di antaranya adalah bohong terhadap diri sendiri, bohong terhadap guru, dan bohong terhadap orang tua. Mengapa menyontek itu sama dengan berbohong?
Nilai bukan sebuah hasil mutlak dari mampunya siswa dalam pelajaran. Jika nilai itu didapatkan dengan cara menyontek, berarti nilai tersebut bukan berasal dari diri sendiri, tetapi hasil orang lain yang ditulis di dalam database nilai yang dimiliki. Nah, dengan nilai yang didapat dari hasil menyontek, bisa nggak kita mempertanggungjawabkannya di masyarakat, guru atau orang tua? Kalau nggak bisa mempertanggungjawabkannya, bagaimana jadinya nanti?
Menyontek itu perbuatan dusta dan mendustakan. Ingat! Ingat Ingat!
Siswa Jujur Itu Langka
Zaman sekarang itu sulit rasanya mencari siswa yang benar-benar jujur di dalam ujian. Sulit sekali menemukan siswa yang mempunyai prinsip kejujuran dalam dirinya. Kalau semua siswa di Indonesia jujur (begitu pula dengan masyarakatnya), tentunya negeri ini akan bebas dari koruptor yang “menghisap darah” rakyat. Bedanya, kalau siswa jujur itu mendapatkan hasil dengan cara yang legal, sedangkan siswa pencontek itu mendapatkan hasil dengan cara ilegal, dalam artian melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang baik. Siswa seolah tidak mengenal mana yang baik dan buruk. Hal ini tidak jauh beda dengan para pemimpin dan wakil rakyat korup yang berusaha mendapatkan kekuasaan dengan berbagai cara.
Para Guru yang “Menyesatkan”
Mungkin berita tentang guru yang memberitahu bocoran jawaban kepada siswa sudah pernah didengar sebelumnya. Sebenarnya, apa sih motif guru untuk membocorkan jawaban Ujian Nasional? Takut anak didiknya nggak luluskah? Sehingga, jika ada yang siswa yang nggak lulus ujian, maka reputasi sekolah itu akan turun. Jika memang benar, yang jadi pertanyaan adalah, tujuan guru mengajar untuk apa? Untuk menaikkan reputasi sekolahkah? Atau, untuk apa?
Para guru yang membocorkan jawaban ujian kepada siswanya sama dengan melegalkan kejahatan akademik, atau melegalkan anak didiknya melakukan kebohongan serta kecurangan. Guru seperti ini seharusnya tidak pantas disebut sebagai guru, karena tidak memberi contoh yang baik terhadap murid-muridnya. Menjadi guru yang baik saat persiapan dan ketika ujian berlangsung tentunya merupakan suatu fardhu ‘ain. Guru yang baik tidak mengajarkan anak didiknya untuk berbohong dan melakukan kecurangan. Guru yang baik tentunya mengajarkan dan mendidik anak-anaknya tidak dari segi kognitif saja, tapi dari segi akhlak juga wajib untuk dididik, apa tujuannya? Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menjadikan anak didik yang beriman, bertaqwa, dan cerdas, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertera pada Kurikulum 2013.
Untuk para guru, jangan sampai menyuruh anak didik berbuat curang ketika ujian. Karena jika hal demikian dilakukan, lebih baik mengundurkan diri saja jadi guru. Memberi bocoran jawaban ujian kepada siswa bukan menolong mereka, tetapi menyesatkan mereka dengan melegalkan berbuat curang serta kebohongan. Selain itu, guru juga tidak punya rasa percaya terhadap anak didiknya bahwa mereka bisa lulus ujian dengan hasil yang memuaskan tanpa terjadi kecurangan.
Istighasah, Buat Apa?
Istighasah adalah suatu cara yang dilakukan umat Islam untuk meminta pertolongan kepada Allah. Biasanya, sekolah-sekolah suka mengadakan acara ini ketika menjelang Ujian Nasional. Istighasah dilakukan dengan mengundang ulama atau dai untuk ceramah dan memotivasi siswa, serta memimpin doa supaya Allah melancarkan serta meluluskan para siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional. Namun, yang jadi pertanyaan adalah, buat apa istighasah?
Buat apa istighasah kalau pelaksanaan UN masih nyontek?
Buat apa istighasah kalau guru-guru masih melegalkan kecurangan ujian?
Buat apa istighasah kalau kecurangan masih saja dilakukan?
Buat apa istighasah kalau masih mengejar nilai dengan cara yang ilegal?
Bukannya istighasah itu merupakan bagian dari ikhtiar?
Memang merupakan bagian dari ikhtiar, akan tetapi, akankah datang pertolongan Allah yang berkah kalau cara yang dilakukan itu tidak disukai-Nya?
Sudah dulu membahas tentang contek-menyonteknya. Di bawah ini ada sedikit tips buat kamu yang mau Ujian Nasional.[]mz
Ujian Nasional (UN) memang suatu event tahunan yang fenomenal. Setiap tahunnya, ribuan siswa SMA/SMK/MA lulus dan harus memilih antara kuliah atau bekerja terlebih dahulu. Dalam Ujian Nasional, berbagai macam cara dan persiapan dilakukan baik oleh peserta ujian, guru, maupun orang tua murid. Persiapan pun dilakukan oleh siswa dengan cara giat belajar, banyak latihan soal, diskusi, mengadakan kelompok belajar, Try Out, dan persiapan lainnya.

Bukan hanya itu dalam Ujian Akademik Mahasiswa Kampus pun tak luput demikian seperti Melaksanakan, UTS, UAS, Skripsi, Hingga UKM (Ujian Kendali Mutu). Sikap siswa dalam menghadapi ujian pun tentunya berbeda. Ada yang menyikapinya dengan woles, biasa saja, bahkan ada yang riweuh harus ini itu. Semua siswa punya tujuan yang sama untuk belajar, yaitu lulus ujian. Kalau nggak lulus ujian berarti nggak bisa kuliah, juga nggak bisa kerja. Tapi, siswa sekarang nggak perlu khawatir tentang nilai, karena nilai UN tahun 2014 hanya diambil enam puluh persennya saja, sisanya empat puluh persen diambil dari ujian sekolah. Ya namanya juga ujian, entah itu Ujian Nasional ataupun bukan, tentunya harus punya persiapan yang cukup. Terkadang, ujian ini bisa membuat siswa stres menghadapinya.
Stres merupakan efek yang terkadang hinggap di dalam diri siswa menjelang UN. Stres ini bisa jadi disebabkan oleh sugesti dari diri sendiri tentang Ujian Nasional yang dianggap sulit banget dan menegangkan. Mungkin karena namanya yang “nasional”, siswa menganggap bahwa ujian ini adalah tantangan yang paling besar setelah tiga tahun belajar.
Ujian, Buat Apa Sih?
Namanya juga ujian, sudah pasti sebagai bahan evaluasi sudah sejauh mana siswa memahami pelajaran yang diajarkan oleh guru-guru yang super greget pengabdiannya bagi pendidikan di Indonesia. Namun, harus menjadi catatan bahwa hasil ujian yang diindikasikan dengan nilai belum tentu menunjukkan tingkat kemampuan siswa, mengapa? Karena tidak semua siswa jujur dalam mengerjakan ujian. Siswa yang tidak jujur tersebut tidak mengerjakan ujiannya dengan kemampuan sendiri.
Ujian Nasional bukan sesuatu yang harus ditakuti, tapi dihadapi, betul nggak? Tapi, bagaimana sih menghadapinya? Dua cara sederhana (tapi nggak gampang dilakukan) yang bisa dilakukan adalah doa dan usaha. Kedua cara tersebut terbukti ampuh kalau ditambah dengan satu cara lagi, yaitu taqwa. Jika doa sudah kuat, ikhtiar sudah hebat, maka taqwa juga tidak boleh dipisahkan untuk menghadapi Ujian Nasional. Pertanyaannya adalah, mengapa harus doa dan taqwa?
“Dan apabila hamba-hamba-Ku bertanya kepadamu tentang Aku, maka (jawablah), bahwasanya Aku adalah dekat. Aku mengabulkan permohonan orang yang berdoa apabila ia memohon kepada-Ku, maka hendaklah mereka itu memenuhi (segala perintah-Ku) dan hendaklah mereka beriman kepada-Ku, agar mereka selalu berada dalam kebenaran.” (Al-Baqarah [2] : 186).
Di dalam ayat di atas, doa dan taqwa itu berkaitan, betul nggak? Coba ingat-ingat lagi apa yang disebut dengan taqwa, masih ingat kan?
Siapa yang dapat mengabulkan doa? Siapa yang mencerahkan pikiran manusia untuk menerima ilmu? Siapa yang menciptakan penglihatan dan pendengaran sehingga siswa bisa menerima pelajaran dengan baik? Siapa yang meluluskan Ujian Nasional? Jawabannya pasti Allah, iya kan? Karena Allah menggerakkan tangan-tangan para penilai ujian (sekarang sudah memakai komputer) untuk menjadikan nilai ujian sesuai atau bahkan lebih dari KKM. Oleh karena itu, wajib hukumnya berdoa dan bertaqwa, meskipun bukan saat akan Ujian Nasional saja. Ingat, doa dan taqwa saja tidak cukup, jangan lupa ikhtiar dengan giat belajar. Kalau berdoa terus tapi nggak belajar, kapan bisanya ya?
Kenapa Harus Nyontek?
Nyontek itu bisa terjadi karena beberapa alasan. Alasan yang paling kuat yaitu takut nggak lulus. Alasan yang kedua yaitu karena nggak tahu jawabannya. Kemudian alasan yang ketiga adalah karena terpaksa menyontek.
Kenapa sih harus nyontek? Inilah mirisnya para pelajar di zaman sekarang, entah itu di tingkat SD, SMP, SMA/SMK/MA maupun perguruan tinggi, budaya menyontek masih saja ada, apalagi ketika ujian sedang berlangsung. Menyontek itu merupakan kejahatan akademik yang harus diberantas. Selain itu, menyontek juga merupakan perbuatan kebohongan terhadap tiga pihak, siapa saja? Di antaranya adalah bohong terhadap diri sendiri, bohong terhadap guru, dan bohong terhadap orang tua. Mengapa menyontek itu sama dengan berbohong?
Nilai bukan sebuah hasil mutlak dari mampunya siswa dalam pelajaran. Jika nilai itu didapatkan dengan cara menyontek, berarti nilai tersebut bukan berasal dari diri sendiri, tetapi hasil orang lain yang ditulis di dalam database nilai yang dimiliki. Nah, dengan nilai yang didapat dari hasil menyontek, bisa nggak kita mempertanggungjawabkannya di masyarakat, guru atau orang tua? Kalau nggak bisa mempertanggungjawabkannya, bagaimana jadinya nanti?
Menyontek itu perbuatan dusta dan mendustakan. Ingat! Ingat Ingat!
Siswa Jujur Itu Langka
Zaman sekarang itu sulit rasanya mencari siswa yang benar-benar jujur di dalam ujian. Sulit sekali menemukan siswa yang mempunyai prinsip kejujuran dalam dirinya. Kalau semua siswa di Indonesia jujur (begitu pula dengan masyarakatnya), tentunya negeri ini akan bebas dari koruptor yang “menghisap darah” rakyat. Bedanya, kalau siswa jujur itu mendapatkan hasil dengan cara yang legal, sedangkan siswa pencontek itu mendapatkan hasil dengan cara ilegal, dalam artian melakukan berbagai cara untuk mendapatkan hasil yang baik. Siswa seolah tidak mengenal mana yang baik dan buruk. Hal ini tidak jauh beda dengan para pemimpin dan wakil rakyat korup yang berusaha mendapatkan kekuasaan dengan berbagai cara.
Para Guru yang “Menyesatkan”
Mungkin berita tentang guru yang memberitahu bocoran jawaban kepada siswa sudah pernah didengar sebelumnya. Sebenarnya, apa sih motif guru untuk membocorkan jawaban Ujian Nasional? Takut anak didiknya nggak luluskah? Sehingga, jika ada yang siswa yang nggak lulus ujian, maka reputasi sekolah itu akan turun. Jika memang benar, yang jadi pertanyaan adalah, tujuan guru mengajar untuk apa? Untuk menaikkan reputasi sekolahkah? Atau, untuk apa?
Para guru yang membocorkan jawaban ujian kepada siswanya sama dengan melegalkan kejahatan akademik, atau melegalkan anak didiknya melakukan kebohongan serta kecurangan. Guru seperti ini seharusnya tidak pantas disebut sebagai guru, karena tidak memberi contoh yang baik terhadap murid-muridnya. Menjadi guru yang baik saat persiapan dan ketika ujian berlangsung tentunya merupakan suatu fardhu ‘ain. Guru yang baik tidak mengajarkan anak didiknya untuk berbohong dan melakukan kecurangan. Guru yang baik tentunya mengajarkan dan mendidik anak-anaknya tidak dari segi kognitif saja, tapi dari segi akhlak juga wajib untuk dididik, apa tujuannya? Tujuannya tidak lain dan tidak bukan adalah untuk menjadikan anak didik yang beriman, bertaqwa, dan cerdas, sesuai dengan tujuan pendidikan nasional yang tertera pada Kurikulum 2013.
Untuk para guru, jangan sampai menyuruh anak didik berbuat curang ketika ujian. Karena jika hal demikian dilakukan, lebih baik mengundurkan diri saja jadi guru. Memberi bocoran jawaban ujian kepada siswa bukan menolong mereka, tetapi menyesatkan mereka dengan melegalkan berbuat curang serta kebohongan. Selain itu, guru juga tidak punya rasa percaya terhadap anak didiknya bahwa mereka bisa lulus ujian dengan hasil yang memuaskan tanpa terjadi kecurangan.
Istighasah, Buat Apa?
Istighasah adalah suatu cara yang dilakukan umat Islam untuk meminta pertolongan kepada Allah. Biasanya, sekolah-sekolah suka mengadakan acara ini ketika menjelang Ujian Nasional. Istighasah dilakukan dengan mengundang ulama atau dai untuk ceramah dan memotivasi siswa, serta memimpin doa supaya Allah melancarkan serta meluluskan para siswa yang akan mengikuti Ujian Nasional. Namun, yang jadi pertanyaan adalah, buat apa istighasah?
Buat apa istighasah kalau pelaksanaan UN masih nyontek?
Buat apa istighasah kalau guru-guru masih melegalkan kecurangan ujian?
Buat apa istighasah kalau kecurangan masih saja dilakukan?
Buat apa istighasah kalau masih mengejar nilai dengan cara yang ilegal?
Bukannya istighasah itu merupakan bagian dari ikhtiar?
Memang merupakan bagian dari ikhtiar, akan tetapi, akankah datang pertolongan Allah yang berkah kalau cara yang dilakukan itu tidak disukai-Nya?
Sudah dulu membahas tentang contek-menyonteknya. Di bawah ini ada sedikit tips buat kamu yang mau Ujian Nasional.[]mz

Tidak ada komentar:

Posting Komentar