Penyebabnya ialah kita sendiri, kita masih belum memiliki kesadaran dan peduli lingkungan. Air hujan mestinya diserapkan ke bumi.'' Namun yang terjadi, kantong-kantong penyangga seperti sawah, setu, dan rawa banyak yang hilang serta berubah menjadi perumahan dan perkantoran megah.
Di
hulu, pembalakan dan penggundulan hutan merupakan sumber utama datangnya banjir
di berbagai wilayah Indonesia. Curah hujan dengan intensitas tinggi, rendahnya
kemampuan tanah menyerap air berakibat rentannya terjadi banjir dan longsor.
Salahkah hujan?
Hujan
adalah air dari langit yang diturunkan Allah dengan penuh keberkahan: “Dan
Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan
air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam” (Qs Qaaf 9).
Di antara keberkahan dan manfaat hujan adalah manusia, hewan dan
tumbuh-tumbuhan sangat membutuhkannya untuk keberlangsungan hidup, sebagaimana
Allah Ta’ala:“Dan dari air Kami jadikan segala sesuatu yang hidup. Maka
mengapakah mereka tiada juga beriman?” (Qs Al-Anbiya’ 3
Rasulullah SAW semasa hidupnya adalah orang yang sangat senang
dengan hujan, karena hujan adalah rahmat Allah. Dalam hadits dari Anas RA,
Rasulullah bahkan bertabarruk(mengambil berkah) dari air hujan:
“Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah kehujanan. Lalu
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam menyingkap bajunya hingga terguyur
hujan. Kemudian kami mengatakan, ‘Ya Rasulullah, mengapa engkau melakukan
demikian?’ Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Karena
dia baru saja Allah ciptakan” (HR Muslim).
Hadits di atas dijadikan dalil bagi ulama Syafi’iyah untuk menganjurkan
menyingkap sebagian badan (selain aurat) pada awal turunnya hujan, agar
terguyur air hujan tersebut.
Keutamaan
lainnya, saat hujan adalah waktu yang maqbul untuk memanjatkan doa, sebagaimana
sabda Nabi SAW: “Carilah do’a yang mustajab pada saat bertemunya dua
pasukan, pada saat iqamah shalat, dan saat turun hujan" (HR Al-Hakim).
Karena
demikian banyaknya fadilah hujan, maka Rasulullah SAW menganjurkan doa mulia
untuk menyambut rahmat hujan: “Muthirna bi fadhlillahi wa rohmatih” (HR
Muslim). Artinya: “Kita diberi hujan karena karunia dan rahmat Allah.”
Menolak hujan dengan meminta bantuan paranormal adalah tindakan yang tidak
hanya bertentangan dengan sunnah Rasul, tapi juga kemusyrikan yang tidak
terampuni dosanya.
Rasulullah
SAW bersabda: “Barangsiapa mendatangi tukang ramal atau dukun lalu dia
membenarkan apa-apa yang dikatakan maka sungguh dia telah kafir terhadap apa
yang telah diturunkan kepada Muhammad” (HR Abu Dawud, At-Tirmidzi,
Ibnu Majah).
"Sesungguhnya Allah tidak akan mengampuni dosa syirik, dan Dia mengampuni
segala dosa yang selain dari syirik itu bagi siapa yang dikehendaki-Nya.
Barangsiapa yang mempersekutukan Allah, maka sungguh ia telah berbuat dosa
besar" (An-Nisaa': 48).
"Sesungguhnya orang yang mempersekutukan (sesuatu dengan) Allah, maka
pasti Allah mengharamkan kepadanya surga, dan tempatnya ialah Neraka, tidaklah
ada bagi orang-orang zhalim itu seorang penolong pun." (Al-Maa-idah:
72).
"Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa mempersekutukan (sesuatu)
dengan Dia, dan Dia mengampuni dosa yang lain dari syirik itu bagi siapa yang
dikehendaki-Nya. Barang siapa yang mempersekutukan (sesuatu) dengan Allah, maka
sesungguhnya ia telah tersesat sejauh-jauhnya." (An-Nisaa':
116).
“Barang siapa mempersekutukan sesuatu dengan Allah, maka (adalah) ia seolah-olah
jatuh dari langit lalu disambar oleh burung, atau diterbangkan angin ke tempat
yang jauh.”(Al-Hajj: 31). Wallahu a'lamu bis-shawab.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar