Ada yang beranggapan bahwa tulisan yang tersampaikan sebagai suatu berita, sering sangat bergantung kepada isi kepala, idiologi yang dianut dan buku yang dibaca oleh si reporter tersebut. Jadi kebanyakan penulis berita, memaparkan suatu hal sudah dijejali dengan opini penulis itu sendiri. Lebih dipengaruhi oleh apa yang diyakininya. Bukan lagi sesuai fakta di lapangan. Hal ini yang mesti dihindari dan diluruskan.
Fakta di lapangan memang dapat di tolong dengan enam pertanyaan yang sudah begitu kita kenal. Enam pertanyaan itu adalah apa, siapa, mengapa, di mana, kapan, dan bagaimana. Atau dalam istilah populer di dunia jurnalistik dikenal teori 5W + 1 H, yakni what, who, why, where, when, dan how. Tapi setelah itu apa? Integritas dan kejujuran si penulis/ reporter lah yang memainkan peranan penting. Ketidakberpihakan dalam mengulas dan menyampaikan suatu berita dan keteguhannya mempertahankan prinsip jurnalistik yang benar, merupakan keharusan dan idealisme yang mutlak perlu.
Ada beberapa yang mengatakan bahwa dalam dunia reportase berita langsung, maka yang paling menentukan adalah “WHEN”. Artinya begini, tulisan reportase kita akan menjadi basi dan tak bernilai apabila kita misalnya menulis berita tentang tabrakan maut di Jalan Sudirman Jakarta, kejadiannya hari ini tapi beritanya baru kita tulis seminggu kemudian! Aktualitas sebuah berita sepertinya masih menjadi yang paling utama dari yang utama. Makanya sering disebut sebagai “breaking news” atau juga “hard news” (berita langsung). Tapi kalau kita terlambat memantaunya dan sudah terlewat apakah kita gagal? Ada langkah menyiasatinya, meskipun sudah tidak aktual lagi, kita bisa mengangkatnya dari sudut pandang yang berbeda. Misalnya dengan menuliskannya sebagai soft news (berita ringan) atau features. Atau bahkan kita mengangkatnya dari segi-segi lain, misalnya dampak psikologis, humanity-nya, dampak sosial peristiwa tersebut, dll.
Satu hal yang menjadi prinsip kerja jurnalistik mendapatkan sebuah fakta adalah reporter/ jurnalis harus melihat dengan mata kepala sendiri dan mendengar dengan telinga sendiri atas sebuah peristiwa atau pernyataan orang. Sebab, sumber berita adalah orang yang memberikan kesaksian atau pernyatan kepada si penulis tersebut, terkait dengan sebuah peristiwa yang melibatkan mereka.
Kemampuan berbahasa jurnalistik merupakan modal pokok lainnya yang harus dimiliki bagi seorang jurnalis. Bahasa jurnalistik (language of mass communication) adalah gaya bahasa komunikatif dan spesifik. Komunikatif artinya langsung menjamah materi atau pokok persoalan, tidak berbunga-bunga, tanpa basa-basi (straight to the point). Spesifik artinya mempunyai gaya penulisan tersendiri, sebuah gaya bahasa yang sederhana, kalimatnya pendek dengan kata-kata yang jelas dan mudah dimengerti.[]MSS
Tidak ada komentar:
Posting Komentar