Kamis, 06 November 2014

Pelajar Menyikapi Euforia Kelulusan



Hanya melihat Kembali rana Pendidikan diindonesia, SUDAH menjadi tradisi yang lumrah terjadi, bahkan setiap tahun pasti acap kali perayaan kelulusan siswa selalu diwarnai dengan beragam aksi, yang menunjukkan bentuk mengekpresikan diri dalam merayakan kelulusan tersebut. Beberapa waktu yang lalu, ketika siswa dan siswi pelajar baik dari tingkat sekolah dasar sampai SMA dinyatakan lulus ujian nasional (UN), mereka pun bersuka ria menyikapi kabar yang menggembirakan tersebut. Beberapa diantara mereka merayakan kelulusan dengan cara yang beragam, ada yang 


mengkespresikan diri dengan aksi coret-coret baju seragam, konvoi kendaraan di jalan raya. Sebaliknya, dibalik ingar bingar perayaan kelulusan, ada kontradiksi, dimana siswa yang histeris karena dinyatakan tidak lulus UN. Bagaimanapun juga, kelulusan merupakan momen kegembiraan sekaligus hal terpenting yang dinanti-nantikan setiap insan pendidikan. Lantas, bagaimanakah kita, sebagai pelajar menyikapi hal ini?

Tentunya, kita harus menyadari bahwa kelulusan harus disikapi dengan baik. Perjuangan selama 3 tahun menuntut ilmu di sekolah, tentu memerlukan proses yang panjang, dan kelulusan merupakan anugerah yang diberikan oleh-Nya setelah berjibaku menuntut ilmu. Sudah semestinya, pelajar harus memahami betul mengenai esensi kelulusan itu sendiri. Beragam aksi yang mewarnai perayaan kelulusan yang sudah menjadi tradisi, seperti konvoi kendaraan di jalan raya, aksi coret-coret seragam bukanlah tradisi yang bermanfaat dan memberikan nilai edukasi. Salah seorang siswa yang juga alumnus SMAN 4 Kota Bogor, Andhika Nanang Permana berpendapat, menurutnya hal itu tidak baik, kita sebagai kaum intelektual jangan melakukan hal seperti itu, konvoi itu bisa jadi penyebab tawuran lho. Alangkah lebih baiknya lagi, kalau aksi curat-coret baju itu diganti dengan pengumpulan baju seragam yang masih baik tentunya dikumpulkan untuk adik kelas yang membutuhkan, itu kan bisa lebih bermanfaat” papar Dika Lagipula, konvoi aksi curat-coret seragam juga dapat menimbulkan ekses yang negatif, baik bagi instistusi pendidikan, maupun aksi konvoi yang dapat memicu konflik, bahkan juga dapat membahayakan diri. Sudah saatnya, pelajar saat ini harus cermat, dan mengubah paradigma tradisi tersebut kea rah yang lebih positif.

Momentum perubahan
Yayat Supriatna, Pembina OSIS MAN 2 Kota Bogor, menambahkan bahwa sebetulnya kelulusan adalah momentum awal perubahan diri, dan pelajar harus menentukan sikap untuk ke arah yang lebih baik lagi, pasalnya lulusan untuk tingkat dasar dan menengah belum berakhir, tetapi orientasinya masih harus berlanjut ke jenjang yang lebih tinggi (PTN).” Paparnya.

Menyikapi kelulusan, Yayat mengatakan pentingnya komunikasi yang menjembatani antara keinginan siswa dengan pihak sekolah, dalam hal ini, sekolah juga harus memberikan ruang partisipasinya kepada siswa dalam rangka ikut bergembiran merayakan kelulusan, hal ini sederhana saja, misalnya sekolah memberikan fasilitas kain yang sengaja disediakan untuk membubuhkan tanda tangan, kesan maupun pesan siswa, atau dengan hal melakukan syukuran yang dilakukan bersama-sama. Hal ini akan jauh lebih elegan, dan memberikan manfaat sebagai ungkapan rasa syukur.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar